Tanpa Ilmu, Manusia Bukan Manusia




Pada saat penciptaan manusia berlangsung, tersimpan tanda tanya dan praduga yang besar di benak iblis dan malaikat yang notabene adalah makhluk yang diciptakan lebih awal, mengapa Allah menciptakan makhluk lagi sejenis manusia, yang jelas-jelas hanya akan menambah kerusakan dan pertumpahan darah di muka bumi? Apakah kami ini belum cukup? Allahpun kemudian menjawab dengan singkat dan padat:
إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ [البقرة/30]
“Aku lebih tahu dari kamu!”[1]

Setelah itu, Allah bertitah kepada semua makhluknya tadi untuk bersujud sebagai tanda penghormatan kepada mahkluk yang baru saja Allah ciptakan itu, Adam. Dan pada saat itu pula, malaikat semakin gundah dan mencoba mencari tahu atas dasar apa makhluk ini terhormat,: Bolehkah saya bertanya satu hal, apa alasan Engkau meninggikan derajat manusia ketimbang kami? Allah swt. tidak langsung menjawab interupsi mereka, “ Baiklah wahai para malaikat,  Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar-benar mengetahuinya”. Para malaikat kelabakan atas tantangan Allah yang diajukan kepadanya, mereka merasa malu seraya berkata:

قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (32) [البقرة:32]

Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”[2]

Akhirnya dengan tegas Allah menjawab: Karena mereka (manusia) dibekali dengan ilmu pengetahuan dan akal. Dan dengan pengetahuan dan akal itulah manusia bisa membangun dunianya.

قَالَ يَا آَدَمُ أَنْبِئْهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ فَلَمَّا أَنْبَأَهُمْ بِأَسْمَائِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ (33)  [البقرة:33]

. “Allah berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.” Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: “Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan”[3]

Mendengar itu, semua malaikat langsung bersujud kepada Adam, sementara itu, iblis menolak dengan sebuah argumentasi yang kental dengan rasial: bahwa derajatnya lebih tinggi dari manusia karena dia diciptakan dari api sementara itu, manusia diciptakan dari tanah. Saat itu juga syetan dilaknat sampai hari kiamat dan diusir oleh Allah dari sorga serta dia menyandang predikat sebagai pembangkang.

Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa sejak pertama kali Allah menciptakan makhluk yang bernama manusia, Allah menegaskan akan keutamaan dari ilmu dan orang yang berilmu ketimbang lainnya, termasuk para malaikat dan iblis. Malaikat yang kesohor dengan makhluk Allah yang sangat taat dalam melaksanakan perintah-perintahNya, dan ia juga tidak pernah maksiat kepadaNya, ternyata harus mengakui dan bersujud terhadap kecanggihan makhluk Allah yang bernama manusia. Manusia diciptakan oleh Allah dengan sebaik-baiknya bentuk[4] (baca: bekal ilmu dan akal) yang kecanggihannya melebihi daripada makhluk-makhluk Allah lainnya.

Jadi, hanya dengan bekal ilmu dan akallah yang membedakan kualitas kemanusiaan, peradaban, masyarakat, dan individu dengan yang lainnya. Dengan ilmu pengetahuan manusia bisa berkarya dan berprestasi serta dengan ilmu pula ibadah seseorang menjadi berarti dan sempurna di sisi Allah. Dan kalau diperhatikan ternyata orang-orang yang menguasai dunia ini adalah terdiri dari golongan orang-orang yang berilmu.

Selain itu, ilmu juga merupakan kompas yang dapat dijadikan pedoman bagi manusia dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengelola bumi. Ilmu merupakan petunjuk bagi manusia dalam membangun peradabannya di muka bumi. Sebab, tanpa ilmu, manusia tidak mungkin bisa merealisasikan tugas yang diembannya. Manusia tidak akan bisa mendayagunakan sumber daya alam seperti laut dan darat, tanpa dibekali dengan disiplin ilmu yang mumpuni.
Allah berfirman dalam surat Yunus ayat 5:

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاء وَالقَمَرَ نُوراً وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُواْ عَدَدَ السِّنِينَ وَالحِسَابَ مَا خَلَقَ اللّهُ ذَلِكَ إِلاَّ بِالحَقِّ يُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Artinya:
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (Q.S. Yunus: 5).[5]

Ayat di atas erat sekali kaitannya dengan pentingnya memiliki ilmu pengetahuan khususnya tentang peredaran matahari, bulan, dan bintang yang merupakan ciptaan Allah, di mana semua ciptaan Allah tersebut sangat berguna bagi hidup dan kehidupan manusia dan makhluk-makhluk Allah yang lainnya.

Sedangkan keutamaan orang yang berilmu di sisi Allah, bisa dilihat dalam al-Qur’an  surat al-Mujadilah ayat 11 yang berbunyi:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي المَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا العِلمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Artinya:
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Mujadilah: 11).[6]

Menurut Muhammad Quraish Shihab, dalam surat al-Mujadilah ayat 11 tersebut di atas mengatakan bahwa, Tidak disebutkan secara langsung dan tegas bahwa Allah akan meninggikan derajat orang yang berilmu. Tetapi menegaskan bahwa mereka memiliki derajat-derajat yang lebih tinggi dari orang yang sekedar beriman. Yang dimaksud الذين أوتوا العلم adalah mereka yang berilmu dan menghiasi diri dengan ilmu pengetahuan. Ini berarti ayat di atas membagi kaum beriman ke dalam dua kelompok besar. Yang pertama, sekedar beriman dan beramal shaleh. Dan yang kedua, beriman dan beramal shaleh serta meiliki ilmu pengetahuan. Derajat yang kedua inilah yang lebih tinggi bukan saja karena ilmu yang disandangnya, tetapi juga amal pengajarannya kepada orang lain. Adapun ilmu yang dimaksud dalam ayat di atas adalah bukan saja ilmu agama, tetapi juga ilmu apa saja yang bermanfaat.[7]

Ali al-Shabuny mengatakan bahwa Allah akan mengangkat derajatnya orang-orang yang beriman yang mengerjakan segala bentuk perintah yang datang dari Allah dan Rasulnya. Khusus bagi orang-orang yang berilmu Allah akan memberi dan menempatkannya pada tingkat dan derajat yang lebih tinggi.[8]

Walhasil, hanya dengan ilmu pengetahuan manusia bernilai dan memiliki kemuliaan, baik di sisi Allah maupun di sisi sesama manusia dan bahkan makhluk lainnya.

وَقَالَ الشَّافِعِي رحمه الله: طَلَبُ الْعِلْمِ اَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ النَّافِلَةِ ، وَقَالَ لَيْسَ بَعْدَ الْفَرَائِضِ أَفْضَلُ مِنْ طَلَبِ الْعِلْمِ ، وَقَالَ مَنْ اَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ اَرَادَ الْآخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ

Imam Syafi’i RA berkata : Menuntut ilmu lebih utama daripada shalat sunnah. Beliau berkata : Tidak ada amalan setelah amalam fardhu yang lebih utama daripada menuntut ilmu. Dan beliau juga berkata: Barangsiapa yang menginginkan (kebahagian) dunia hendak lah dengan ilmu barangsiapa yang menginginkan (kebahagian) akhirat hendaklah dengan ilmu”.[9]

[1] Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: CV Penerbit Jumanatul Ali Art, 2004) hlm. 6
[2] Ibid., hlm. 6
[3] Ibid., hlm. 6
[4] Ibid., hlm. 598.
[5] Ibid., hlm. 209.
[6] Ibid., hlm. 544.
[7] Muhammad Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah., vol. 14, hlm. 79-80.
[8] Ali ash-Shabuny, Shafwatu al-Tafāsīr (Beyrut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999), juz 3, hlm. 1217.
[9] Imam Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Muhadzzab, juz 1, hlm. 20

Komentar